,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia maupun makhluk hidup lain. Boleh dikatakan tidak ada kehidupan di muka bumi ini yang dapat berlangsung tanpa air, khususnya manusia. Namun demikian perlu disadan bahwa keberadaan air di muka bumi ini terbatas menurut ruang dan waktu baik secara kuantitas maupun kualitas. Air tidak selalu tersedia di mana-mana dan dari waktu ke waktu. Air sebagai penopang pembangunan dewasa ini (bahkan sudah dirasakan sejak lama) semakin terancam keberadaannya, baik dan segi kuantitas maupun kualitasnya. Hal tersebut sebagian besar diakibatkan oleh ulah manusia yang kurang arif terhadap lingkungan sehingga berpengaruh terhadap sumberdaya air, bahkan akhirnya berdampak negatif terhadap manusia sendiri.
Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di segala bidang yang menyangkut kehidupan manusia. Pembangunan dalam prosesnya tidak terlepas dari penggunaan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang terbarukan maupun sumberdaya alam tak terbarukan. Senngkali di dalam pemanfaatan sumberdaya alam tidak memperhatikan kelestanannya, bahkan cenderung memanfaatkan dengan sebanyak-banyaknya. Di sisi lain, pembangunan itu sendiri dampak menimbulkan dampak terhadap sumberdaya alam.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepas dari kebutuhan akan air, jadi di dalam hal ini manusia dan aktivitasnya dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya air, baik kuantitas maupun kualitasnya. Sebaliknya, manusia dengan segala aktivitasnya dapat juga berpengaruh terhadap sumberdaya air. Sumberdaya air dapat terkena dampak dari pembangunan itu sendiri. Perubahan kondisi lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan dapat berdampak pada sumberdaya air baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Peristiwa banjir yang sering terjadi tidak terlepas dari dampak perubahan penggunaan lahan. Pencemaran pada air sungai dan air tanah yang sering terjadi juga merupakan dampak dari pembangunan juga. Dengan memperhatikan daur hidrologi serta proses hidrologi yang mengalami perubahan dapat dikaji dampak-dampak negatif yang mungkin timbul yang disebabkan oleh proses pembangunan.
Dalam makalah ini dikemukakan beberapa hal tentang air yang mencakup keberadaan air di muka bumi ini, agihan serta sifat-sifatnya, fenomena hidrologi yang terkait dengan keberadaan air di muka bumi, serta dampak berbagai aktivitas manusia yang secara kuantitatif maupun kualitatif berpengaruh terhadap air. Dalam membicarakan dampak hidrologi, tidak dapat dipisahkan antara hidrologi (sumberdaya air) dan hutan yang merupakan bagian yang penting dan sangat berpengaruh terhadap siklus hidrologi. Oleh karena itu pada makalah ini dibicarakan pula dampak hidrologis perubahan penggunaan lahan agar dapat lebih dipahami dampak pembangunan terhadap sumberdaya air yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan, khususnya yang berkaitan dengan perubahan daerah non permukiman ke daerah permukiman yang kedap air.
Pembicaraan mengenai dampak hidrologi atau sumberdaya air mencakup pembicaraan tentang: (a) ruang lingkup sumberdaya air, pengelolaan dan konservasi air; (b) kualitas air (pemanfaatan dan pengelolaan); (c) dampak hidro-orologis yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan, baik pada air permukaan maupun air tanah dan (d) kerusakan sumberdaya air di Indonesia.
1.2 .Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana cara menanggulangi dampak pembangunan terhadap sumber daya air.
1.3 Tujuan:
1.Mengetahui dampak pembangunan terhadap sumber daya air
2.Mengetahui dampak-dampak yang timbul oleh aktivitas manusia terhadap sumberdaya air
3.Mengetahui proses-proses hidrologi yang berlangsung ketika terjadi perubahan lingkungan
BAB II
2.1 Hidrologi dan Sumberdaya Air
Dalam membicarakan ruang lingkup sumberdaya air yang pada dasarnya membahas hidrologi, akan lebih mudah bila penjelasannya dikaitkan dengan sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang digunakan sebagai wilayah maupun satuan analisisnya. Dalam sistem DAS biasanya digambarkan hubungan antara hujan sebagai masukan dan aliran sebagai keluarannya dalam suatu sistem sebagai berikut. Keluaran yang dihasilkan dalam sistem tersebut tidak terbatas pada aliran, tetapi dapat juga merupakan zat kimia yang terbawa aliran dan atau sedimen yang terbawa aliran yang bersangkutan.
Hubungan tersebut umumnya berlangsung dalam penelitian sumberdaya air pada suatu DAS, atau yang dikenal dengan pendekatan kotak hitam (black box). Air di muka bumi mengalami peredaran (siklus) yang sering disebut dengan siklus hidrologi atau daur hidrologi. Siklus hidrologi dapat dicerminkan dalam bentuk yang sederhana maupun yang rumit, lengkap dengan proses-proses berlangsung di dalamnya.
Melihat banyaknya proses-proses yang terjadi dalam DAS yang merubah masukan (input) menjadi keluaran (output), berbagai disiplin yang berkaitan dengan studi hidrologi dapat dijelaskan, antara lain:
- Meteorologi/klimatologi: mengkaji dalam proses-proses yang berlangsung di atmosfer.
- Rekayasa: merupakan salah satu ilmu dasar dalam penerapan praktisnya dan hidrometri merupakan subyek yang berkaitan dengan hidrologi dan keteknikan air.
- Rekayasa pertanian: banyak digunakan dalam merancang, menyusun dan mengerjakan sistem irigasi dan drainase, perlindungan lahan pertanian terhadap erosi, pengaturan mata rantai air yang kecil dan reklamasi lahan, hidrologi merupakan salah satu subyek yang utama.
- Ilmu tanah: banyak terkait dengan permasalahan infilrrasi dan lengas tanah.
- Kehutanan: terkait dengan drainase tanah hutan, transpirasi, intersepsi dan topik lainnya yang berkaitan.
- Geologi: benyak berkaitan dalam penelitian air tanah.
- Geofisika: berkaitan dengan eksplorasi bawah tanah, khususnya yang menyangkut air tanah.
- Rekayasa Penyehatan: permasalahan drainase dan sanitasi lingkungan.
- Statistik: khususnya dalam kaitannya dengan analisis data hidrologi.
10. Geografi fisik: khususnya geomorfologi yang banyak berkaitan dengan bentuk lahan, sungai, danau, gletsyer dan lain-lain.
Dalam penanganan suatu kegiatan yang melibatkan hidrologi, hendaknya disesuaikan dengan tujuan dari kegiatan tersebut. Oleh sebab itu parameter hidrologi yang diperlukan dalam suatu kegiatan harus disesuaikan. Dalam kajian siklus hidrologi dapat dibedakan antara cara perhitungan dan ruangan atau batas wilayah yang dipelajari dalam memperkirakan neraca air.
2.2 Air Permukaan dan Sedimen
1. Aliran Permukaan
Berbagai kegiatan pembangunan telah mengakibatkan perubahan penggunaan lahan dari penggunaan lahan pertanian ke penggunaan lahan non pertanian, yang pada dasarnya mengubah kondisi Daerah Aliran Sungai dari daerah yang lolos air menjadi daerah yang kedap air. Dengan perubahan ini daerah aliran sungai yang merupakan terjadinya proses pengubahan hujan sebagai masukan menjadi aliran sebagai keluaran akan mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada proses-proses hidrologi, seperti intersepsi, evapotranspirasi dan infiltrasi. Intersepsi iberkurang, evaporasi menurun, demikian pula infiltrasi air ke dalam tanah. Secara umum kemampuan DAS untuk menyimpan air (storage) berkurang, sehingga proses terjadinya aliran permukaan akan lebih cepat. Akibat perubahan tersebut tampak dari perubahan sifat aliran, yang secara umum tercermin dalam karakteristik hidrograf aliran, terlebih-lebih adalah aliran permukaan langsung.
Bila perubahan aliran dikaji dari perubahan parameter hidrograf aliran permukaan yang terjadi selama dan setelah hujan, tercermin pada perubahan debit puncak (Qp), waktu mencapai puncak (Tp) dan waktu dasar hidrograf (Tb). Selain itu secara keseluruhan volume aliran akan meningkat dengan mencolok. Setelah daerah tersebut diubah menjadi daerah yang lebih kedap air, maka debit puncak akan meningkat dengan tajam. Waktu mencapai puncak akan berlangsung dalam waktu yang pendek, demikian pula waktu dasar hidrograf bertambah singkat, artinya aliran akan berlangsung dalam waktu yang pendek pula. Untuk jangka panjang akan terjadi ketidaksinambungan aliran, namun secara keseluruhan volume aliran akan bertambah besar. Perbandingan antara debit maksimum dan debit minimum akan bertambah besar.
Perubahan penggunaan lahan dapat memberikan dampak pada hasil air, yang dicerminkan dari penebangan hutan. Penebangan hutan dapat meningkatkan hasil air secara signifikan, dan dampak tersebut dapat dirasakan sangat lama untuk dapat kembali seperti semula.
2. Sedimen
Sedimen yang berupa muatan tersuspensi (suspended load) dan muatan dasar (bed load) pada sungai-sungai yang melewati daerah yang baru dibangun mempunyai kadar yang sangat tinggi. Kadar sedimen yang sangat tinggi ini terjadi pada saat konstruksi. yaitu ketika lahan diubah menjadi daerah-daerah terbangun, termasuk perataan tanah, penggalian dan penimbunan. Tanah-tanah urugan terkena tetes langsung air hujan, terdispersi menjadi butiran yang lebih kecil, kemudian terbawa aliran. Sebagai gambaran kadar suspensi pada sungai-sungai dari daerah terbangun ditunjukkan oleh Cordery (1976) yang mengambil hasil penelitian Dawdy. Setelah daerah terbangun tersebut menjadi stabil beberapa tahun setelah masa konstruksi kadar sedimen tersebut akan kembali menurun seperti saat sebelum terjadi konstruksi.
Sedimen yang berasal dari daerah yang mengalami konstruksi tidak hanya mengakibatkan pendangkalan pada saluran atau sungai, tetapi juga menyebabkan erosi oleh air pada tebing dan dasar sungai menjadi lebih kuat. Pada tahap pembukaan lahan saat konstruksi, lebih-lebih kalau dalam tahap tersebut digunakan alat-alat berat seperti traktor buldoser dan sebagainya, menyebabkan tanah menjadi rusak, hancur, mengalami pembalikan, mengalami pemampatan dan kerusakan lain. Tanah yang hancur dan terbuka akan sangat peka terhadap erosi. Bila hujan jatuh pada tanah tersebut akan terjadi erosi oleh tetes air hujan dan hasilnya akan terangkut oleh aliran air masuk ke dalam sungai, terangkut dan terendapkan di tempat yang jauh dari sumbernya, walaupun tidak semua sedimen terbawa aliran dan diendapkan di tempat yang jauh dari sumbernya.
Sedimen yang berukuran besar dan berat akan tertinggal dan tidak dapat terangkut ke tempat yang lebih jauh. Dengan berkurangnya tenaga angkut aliran air, sedimen tersebut di atas dapat diendapkan di tempat-tempat yang lebih rendah sepanjang saluran. Sedimen yanng terbawa aliran masuk ke waduk dapat mengakibatkan berkurangnya volume efektif waduk, bahkan dalam beberapa kasus mengurangi tampungan air. Aldbatnya umur pelayanan bendung/waduk berkurang, dan dapat menaikkan muka air waduk sewaktu banjir, di mana keduanya berarti mengurangi fungsi waduk baik sebagai pengendali banjir maupun penampung air. Bila lahan diubah maka karakteristik sedimen dalam air sungai yang berasal dari daerah tersebut berubah pula. Perubahan sifat dan karakteristik sedimen meliputi: Kadar atau konsentrasinya bertambah tinggi, dan ukuran butirnya secara umum akan semakin kasar. Walaupun sudah disebutkan bahwa perubahan karakteristik sedimen tersebut hanya bersifat sementara.
2.3. Air tanah
Air tanah menempati suatu formasi geologi mampu menyimpan air. Formasi geologi yang mampu menyimpan dan sekaligus meloloskan air disebut sebagai lapisan pembawa air (akifer). Seperti halnya air permukaan, air tanah yang berada di bawah muka tanah itu pun bergerak, baik ke arah vertikal maupun horisontal. kota pada umumnya. Berbagai keperluan belum dapat dipenuhi oleh penyediaan air melalui jaringan distribusi air perkotaan, sehingga terpaksa harus dipenuhi dengan pengambilan air tanah. Ketergantungan terhadap air tanah di beberapa daerah masih tinggi, karena pasokan air dari sumber air permukaan tidak dapat memenuhi keburuhan.
Di berbagai daerah di Indonesia terutama di kota-kota besan penyediaan air mulai menjadi masalah yang serius. Ketika penyediaan air yang berasal dari air permukaan dengan pengolahan menjadi semakin sulit, maka air tanah menjadi alternatif lain. Namun airtanah pun makin sulit didapat, karena terus menurunnya permukaan air tanah. Penurunan muka air tanah ini terjadi karena terlalu besarnya pengambilan (penurapan) air tanah, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran dalam sistem aliran tanah tersebut. Menurunnya muka air tanah berarti akan mempersulit penurapan air tanah, baik dengan pompa maupun dengan timba. Di beberapa kota besar di daerah pantai, dampak terhadap air tanah tidak hanya berupa penurunan muka air tanah, tetapi juga intrusi air laut ke akifer pantai, yang menyebabkan air tanah berasa payau atau asin.
2.4 Kualitas Air
a. Pengertian tentang kualitas air (mutu air) sangat penting, karena merupakan dasar dan pedoman unruk mancapai tujuan pengelolaan air sesuai dengan peruntukkannya. Studi dan pembahasan tentang air pada dasarnya menyangkut tentang dua hal, yaitu kuantitas dan kualitasnya. Hal ini penting unruk menentukan permasalahan berada di mana, dalam lingkungan apa, kualitas air yang bagaimana, sehingga dapat dengan tepat menentukan strategi pengelolaannya. Perlu keyakinan variabel mana yang keadaannya sangat mendesak unruk penanganan dan mana yang sudah baik untuk dapat dipertahankan. Unruk keperluan tersebut perlu adanya suatu baku mutu air, yakni keadaan ideal yang ingin dicapai, keadaan maksimum yang boleh ditoleransi sesuai dengan peruntukannya. Kualitas air dapat diartikan sebagai kondisi kualitatif yang dicerminkan oleh kategori, parameter: organik, anorganik, fisik, biologik, radiologik dalam hubungannyna dengan kehiduan.
Dari hal tersebut di atas terlihat bahwa “makin tinggi derajat hidup dalam suatu lingkungan air dan perairan tertentu, makin tinggi pula derajat kualitas lingkunganperairan tersebut dan sebaliknya”.
Salah satu dampak pembangunan adalah perubahan kondisi badan dan mutu air di dalamnya, baik pada badan perairan dekat proyek pembangunan maupun yang ada di sekitarnya, pada permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Sebaliknya kondisi perairan dan mutu aimya dapat mempengaruhi proyek pengairan. Perubahan mutu air dapat disebabkan oleh pencemaran, baik pencemaran fisik, kimia, maupun biologik.
Dampak pencemaran itu bila tidak dicegah atau ditanggulangi akan merugikan kehidupan manusia sendiri, baik terhadap kesehatan maupun sosial ekonominya. Pencemaran tidak selalu berasal dari satu sumber, tetapi dapat dari kegiatan-kegiatan dalam daerah (DAS) tersebut. Berkaitan dengan masalah kualitas air. berikut ini dikemukakan istilah-istilah yang sering digunakan.
- Mutu air adalah karakteristik mutit yang dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu dari sumber air. karaktenstik mutu air merupakan sitatu dasar untuk baku mutu air di sampingfaktor-faktor lain.
- Baku mutu air adalah persyaratan mutu air yang disiapkan oleh suatu negara atau daerah yang bersangkutan. Baku mutu air yang berlaku harus dapat dilaksanakan semaksimal mungkin melindungi lingkungan, tetapi cukup memberi toleransi bagi pembangiman industri atau bentuk pembangunan tertentu dan saran pengendalian pencemaran yang ekonomis. Dalam pengelolaan mutu air dikenal dua baku mutu air dalam sumber air yaitu: “Stream Standard” dan “Effluent Standard” (Badruddin Mahbub, 1982).
- Stream standard adalah persyaratan mutu air bagi sumber air seperti: sungai, danau, air tanah yang disusun dengan mempertimbangkan pemanfaat sumber air tersebut, kemampuan mengencerkan dan membersihkan diri terhadap beban pencemaran dan faktor ekonomis.
- Effuent standard adalah persyaratan mutu air limbah yang dialirkan ke sumber air, sawah, tanah dan tempat-tempat lain dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber air yang bersangkutan dan faktor ekonomis pengelolaan air buangannya (untuk daerah industri atau daerah pengembangan industri).
Kriteria mutu air diterapkan untuk menentukan kebijaksanaan perlindungan sumberdaya air dalam jangka panjang, sedangkan baku mutu air limbah (effuent standard) dipergunakan untuk perencanaan, perizinan dan pengawasan mutu air limbah dari berbagai sektor seperti pertambangan dan lain-lain. Kriteria kualitas sumber air di Indonesia ditetapkan berdasarkan pemanfaatan sumber-sumber air tersebut dan mutu yang disyaratkan, sedang baku mutu air limbah ditetapkan berdasarkan karakteristik suatu sumber air penamping buangan tersebut dan pemanfaatannya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan suatu pengelolaan dan penanganan air dengan maksud antara lain: 1) mendapatkan air yang terjamin kualitas kesehatannya; 2) mendapatkan air yang bebas dari kekeruhan, warna dan bau; 3) menyediakan produk air yang sehat dan nyaman; dan 4) menjaga kebutuhan air konsumen
Berdasarkan pemanfaatan dan hubungan dengan kriteria air, di Indonesia ada empat golongan kelas (MenLH, 2001)
- Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
- Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana’sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, petemakan, air untuk mengairi pertanaman. dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
- Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
- Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
b. Pencemaran Air
1). Air hujan
Air hujan bukan lagi merupakan air murni dengan susunan kimia sebagai H2O. Berbagai proses alam maupun berbagai kegiatan manusia yang menghasilkan limbah baik gas maupun zat padat berupa debu dapat berpengaruh terhadap kualitas air hujan. Proses terjadinya hujan yang dimulai dengan terbentuknya uap air karena pendinginan, terbentuknya titik-titik air karena adanya inti kondensasi yang berupa debu mateorik maupun garam sudah memasukkan zat lain ke dalam titik air sehingga komposisinya bukan lagi mumi H2O. Di atmosfer terdapat berbagai macam gas. Nitrogen, SOX, CO2, oksigen dan lain sebagainya. Ke’tika titik-titik air tersebut cukup besar dan jatuh ke permukaan bumi, selama proses jatuhnya terlarut gas-gas yang terdapat di atmosfer.
Di atmosfer terdapat pula debu, baik yang dikeluarkan melalui proses alam maupun oleh aktivitas manusia (dari pabrik misalnya). Debu tersebut dapat terbawa jatuh oleh air hujan, dan beberapa bagian daripadanya akan larut dalam air hujan yang menyebabkan berubahnya komposisi air hujan tersebut. Aktivitas vulkanisme yang menghasilkan gas sulfatar (SO2) menyebabkan hujan yang jatuh di daerah gunung api aktif mempunyai komposisi yang kaya akan kadar SO4.
Presipitasi yang mencapai permukaan tanah hanya mengandung sejumlah kecil zat terlarut. Air hujan tersebut bereaksi dengan mineral tanah dan batuan yang konyak dengannya. Jumlah dan jenis mineral yang terlarut di dalamnya tergantung dari susunan kimiawi dan sifat fisik batuan, demikian pula tergantung pada pH dan redoks potensial (Eh) air. Larutan garam yang berasal dari proses pelapukan tanah dan pelarutan batuan oleh hujan menambah tinggi kadar zat kimia yang terlarut dalam air tanah.
Aktivitas manusia dalam bidang industri, yang pada akhirnya menghasilkan gas buangan (emisi) menyebabkan udara tercemar, dan selanjutnya pula gas pencemar ini akan terbawa oleh air hujan ini ketika jatuh, sehingga komposisi air hujan tersebut juga berpengaruhi oleh kegiatan industri. Contoh-contoh semacam ini dapat terlihat ada air hujan yang jatuh di daerah-daerah industri dan sekitarnya. Kegiatan kota, termasuk lalu lintas kendaraan yang mengeluarkan gas buang melalui knalpotnya akan berpengaruh pula terhadap komposisi air hujan yang jatuh di daerah kota dan sekitarnya. Pencemaran terhadap air hujan dapat lebih jelas diamati pada fenomena hujan asam.
2). Air permukaan/sungai
Kegiatan yang berkaitan dengan rumah tangga dan industri, termasuk pariwisata dapat menghasilkan berbagai macam limbah yang dibuang ke dalam air permukaan. Tubuh air tawar dapat mentolerir buangan limbah yang dibuang ke dalamnya dalam batas tertentu tanpa menimbulkan efek yang serius, karena pengaruh siklus biologi yang menyesuaikan dengan bahan makanannya serta kondisi yang lain untuk menopang kehidupannya. Dalam sungai yang mempunyai kandungan zat organik yang rendah hanya terdapat sedikit makanan untuk menopang kehidupannya, sehingga walaupun terdapat beragam organisme di dalamnya, namun populasinya sedikit. Dalam sungai yang kaya akan bahan organik kondisinya tidak menguntungkan bagi binatang maupun tumbuhan, sehingga dalam kondisi ini populasi bakteri sangat dominan. Self purification dapat menstabilkan zat organik dan memungkinkan untuk menyeimbangkan kembali komunitas organisme. Dalam mempelajari pencemaran air yang penting untuk diperhatikan adalah:
- Zat beracun yang menyebabkan rusaknya atau hilangnya aktivitas biologi di dalam air. Sebagian besar zat racun ini berasal dari limbah industri termasuk logam berat dari perlapisan logam, phenol dari gas dan industri pengolahan pestisida dan radioisotop. Pertumbuhan ganggang kadang-kadang menjadi sebab zat beracun dalam air, sehingga tidak lagi dapat digunakan untuk minum temak.
- Material yang mempengaruhi keseimbangan oksigen di dalam air.
a. Zat yang mengkonsumsi oksigen terlarut (DO), ini dapat berupa zat organik yang terdegradasi secara biologi dan menimbulkan BOD atau bentuk reduksi dari zat anorganik.
b. Zat yang menghalangi reoksigenasi, DO dalam air diperoleh dari perpindahan oksigen di atmosfer. Material seperti minyak, detergen dan sebagainya dapat membentuk lapisan (film) pelindung pada permukaan air yang dapat mengurangi laju perpindahan oksigen dan memperbanyak efek substansi yang menggunakan oksigen.
c. Aliran buangan yang panas dapat merubah kesetimbangan oksigen karena konsentrasi jenuh DO berkurang dengan bertambahnya temperatur.
Penyesuaian zat organik di dalam permukaan merupakan aktivitas yang bersifat alami yang bahkan dapat memberikan akibat yang menguntungkan bagi perikanan. Ini dapat terjadi apabila kapasitas self purification dari air terlampaui dari gangguan yang terjadi. Self purification meliputi salah satu atau lebih dari proses berikut:
- Sedimentasi yang dibantu oleh flokulasi secara biologi maupun mekanik. Proses ini di lain pihak menghasilkan lapisan endapan pada dasar sungai yang bersifat anaerobik, yang apabila tersuspensi lagi dapat menyebabkan kebutuhan oksigen yang tinggi;
- Oksidasi kimiawi dari zat tereduksi;
- Matinya bakteri yang disebabkan oleh ketidaksesuaian kondisi lingkungan tempat tinggalnya, urnumnya ditandai dengan cepatnya mati dari bakteri dan organisme patogen;
- Oksidasi biokimiawi, yang merupakan proses paling banyak terjadi. Untuk mencegah pencemaran yang serius, sangat utama untuk mempertahankan kondisi aerobik, artinya kadar DO dalam air menjadi sangat penting.
Apabila air sungai mula-mula jenuh akan oksigen terlarut, biasanya kadar BOD kecil (rendah). Begitu limbah dibuang ke dalam sungai maka terjadi proses perombakan zat organik yang mengkonsumsi oksigen terlarut. sehingga mulai titik limbah dibuang maka BOD bertambah tinggi. Sebagai akibatnya kadar oksigen berangsur turun. Apabila kadar pencemaran cukup tinggi dan melampaui kapasitas air sungai menyediakan oksigen. maka penurunan kadar oksigen dapat mencapai nol. Kadar oksigen terlarut yang mencapai nol dapat mencapai jarak yang cukup jauh. Selama proses aliran sungai terjadi reoksigenasi air dengan masuknya oksigen dari atmosfer, sehingga pada jarak tertentu setelah zat organik semua juga teroksidasi maka oksigen dalam air berangsur menjadi bertambah tinggi kadarnya.
Apabila kondisinya memungkinkan maka oksigen terlarut dapat mencapai kadar seperti semula, ketika air sungai belum mendapatkan pencemaran. Kadar oksigen yang berubah-ubah menurut jarak tersebut dapat membentuk zone (mintakat) yang dapat dibagi menjadi:
- Mintakat bersih (clean-one), yaitu mintakat sebelum air sungai mendapat pencemar, ditandai dengan tingginya kadar DO dan rendahnya BOD.
- Mintakat dekomposisi (decomposition -one}, yaitu mintakat dimulai air sungai mendapat pencemaran limbah sampai kadar oksigen mencapai nol. Mintakat ini ditandai dengan turunnya kadar DO dan naiknya kadar BOD.
- Mintakat septik (septic zone) yaitu mintakat di mana kadar oksigen mempunyai nilai nol. Pada mintakat ini hampir tidak ada kehidupan, kalaupun ada berisi organisme yang aerobik.
- Mintakat pemulihan (recovery zone), yaitu mintakat ketika oksigen mulai naik kadarnya sehingga mencapai keadaan semula seperti sebelum mendapat pencemar. Pada mintakat ini kadar DO berangsur mulai naik dan BOD turun. Berangsur terdapat kehidupan akuatik, organisme dan ikan.
- Mintakat bersih (clean zone), pada mintakat ini keadaan seperti sebelum sungai mengalami pencemaran, jadi kadar DO tinggi dan BOD rendah.
Dari curve tersebut dapat dilihat perubaban kadar DO dalam air yang semula tinggi, menurun, dan akhirnya naik lagi seperti keadaan semula. Kurva oksigen tersebut disebut sebagai Oxygen Sag Curve. Keadaan di atas merupakan keadaan yang sangat ideal, yaitu keadaan di mana sungai hanya mendapatkan satu sumber pencemar dan keadaannya mampu untuk melakukan proses self purification. Yang sering dijumpai di lapangan adalah bahwa tidak hanya mendapatkan satu sumber pencemar, tetapi berbagai sumber pencemar membuang limbahnya ke dalam sungai tersebut, sehingga sungai tidak sempat untuk melakukan proses reoksigenasi. Proses ini ternyata memerlukan waktu yang lama atau aliran yang cukup jauh. Apabila kapasitas self purification ini terlampaui, atau dengan kata lain sungai tidak mampu melakukan proses self purification maka air sungai tetap tercemar berat, yang ditandai dengan bau busuk dan air yang berwarna hitam legam yang sering disebut dengan dead river.
Pembuangan limbah ke dalam sungai tidak selalu berlangsung secara terus-menerus sepanjang hari. Limbah yang dibuang baik jumlahnya, kualitasnya maupun waktu pembuangannya berkaitan erat dengan kegiatan yang dilakukan, baik dalam rumah tangga secara individu, tempat-tempat pelayanan dan fasilitas umum. maupun oleh pabrik yang menghasilkan limbah tersebut. Dari sektor rumah tangga dapat diketahui bahwa limbah pada umumnya dibuang pada pagi hingga sore hari. dan mencapai puncaknya pada sekitar pukul 07.00-10.00 pagi dan 16.00-20.00 sore. Debit buangan limbah dan kaitannya dengan kadar pencemar dari waktu ke waktu selama sehari. sedangkan pola debit buangan limbah selama satu minggu. hal yang serupa terjadi pada pembuangan limbah dari kegiatan industri. Pola pembuangan limbah berdasarkan waktu dan debitnya, akan sangat menentukan dalam pengambilan sampel air maupun sampel air limbah, karena kondisi limbah baik kuantitas maupun kualitasnya tidak akan konstan sepanjang waktu.
Dari sektor rumah tangga sebesar kira-kira 60-80% dari total air yang digunakan dibuang sebagai limbah cair, dan limbah ini baik langsung maupun tidak langsung akan mencapai tubuh air (air tanah, sungai, danau), dengan demikian maka badan air penerima limbah tersebut akan terpengaruhi kualitasnya.
3). Air tanah
Mekanisme terjadinya pencemaran antara air tanah dan air sungai atau air permukaan berbeda. Karena lebih terbuka, air permukaan lebih mudah mengalami oerubahan kualitas, termasuk pencemaran daripada.air tanah. Oleh karena itu orang cenderung untuk menggunakan air tanah sebagai sumber untuk keperluan sehari-hari, termasuk untuk air minum karena relatif lebih aman. Dibandingkan air permukaan maka air tanah akan:
- Kualitasnya (terutama fisik dan biologis) lebih baik daripada air permukaan;
- Kesinambungan ketersediaannya lebih stabil berbanding dengan air permukaan.
Air tanah hingga saat ini masih merupakan sumber air minum terbesar bagi penduduk Indonesia, baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan. Dalam penyediaannya, air diambil dengan berbagai cara. Di Indonesia berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan air minum, baik yang berasal dari air tanah, mata air, sungai maupun dari sumber lain.
Sebagai air yang digunakan untuk rumah tangga khususnya sebagai bahan baku air minum, air tanah memberikan keuntungan maupun keterbatasan seperti berikut ini (Gleary dalam Travis dan Etnier, 1984). Keuntungan penggunaan air tanah sebagai sumber air minum adalah:
- Variasi kualitas air dan waktu ke waktu relatif kecil;
- Air tanah mempunyai kualitas yang baik, menyebabkan biaya pengolahan murah;
- Agihan dan luasan wilavah air tanah lebih besar berbandins denean air permukaan. sehingga jangan transmisi dengan pembiayaan yang mahal untuk mendistribusikan air dapat dikurangi;
- Dengan cara yang tepat, lahan di atas akifer yang mengandung air tanah masih dapat digunakan untuk industri, perumahan. pertanian dan rekreasi:
- Akifer mengandung air tanah dan menyimpan dalam jumlah yang besar sekali, sehingga untuk menyimpan air tanah tidak periu dibuat waduk sebagai penyimpan air seperti yang dilakukan pada air permukaan, lagi pula terhindar dari masalah evaporasi.
Disamping keuntungan yang disebutkan di depan, terdapat pula kerugian-kerugian dalam pelaksanaan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air minum. Kerugian dan kelemahannya adalah seperti berikut:
- Air tanah yang diambil melalui sumur dalam mengandung konsentrasi ion-ion tertentu seperti Ca, Mg, Mn, dan Fe datam jumlah yang cukup tinggi. Ion-ion H2S, S, SO4 dan Cl mungkin terdapat dalam kadar yang tinggi, demikian juga F. Kadar ion yang tinggi tersebut dapat mengganggu kesehatan. Contoh kadar ion F yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan gigi yang disebut dental mottling. Kadar ion Fe yang tinggi dapat mengakibatkan rusaknya alat rumah tangga dan alat sanitasi, contohnya terjadinya warna coklat pada porselin yang terkena air tanah tersebut.
- Dekomposisi anaerobik dari zat organik yang, tertimbun dapat mencemari air tanah dengan menghasilkan gas, seperti methane, ammonia, dan hidrogen sulfida.
- Air tanah di daerah pantai dapat mengalami intrusi air asin.
- Hal yang sangat penting untuk dipahami yaitu sekali akifer air tanah tercemar, sangat sukar atau hampir tidak mungkin untuk dibersihkan kembali.
Air tanah yang mengalir melalui batuan vulkanik hanya melarutkan sejumlah kecil zat/mineral, karena mineral yang menyusun batuan beku pada umumnya relatif tidak mudah larut dalam air. Air hujan yang mengandung karbon dioksida yang berasal dari atmosfer menambah besar daya larut air hujan tersebut terhadap batuan. Batuan sedimen yang relatif lebih mudah larut dan terdapat hampir di mana-mana di kulit bumi, merupakan sebagian besar sumber zat terlarut di dalam air tanah. Kadar zat kimia yang rendah dalam suatu tempat di daerah vulkan dapat berubah, tetapi perubahan kimia air tanah ke arah yang lebih jelek belum tentu disebabkan oleh batuan di daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, di daerah vulkan faktor-faktor lain di luar faktor batuan merupakan hal yang penting dalam mempelajari perubahan sifat kimiawi air tanah.
Berbagai macam tindakan manusia yang mengakibatkan perubahan kimiawi air tanah dapat berasal dari berbagai sumber kegiatan. Perubahan kimiawi air tanah dapat mengarah kepada penurunan kualitas air tanah, atau pada tingkat yang lebih berat lagi yaitu pencemaran air tanah. Hal ini menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi, dan biologi air tanah tersebut. Sumber penurunan kualitas air tanah tidak terbatas jumlah dan macamnya, namun yang diperkirakan merupakan sumber dan penyebab utama dari penurunan ini adalah dampak penggunaan air.
Sumber dan penyebab utama tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu kegiatan kota, industri, pertanian dan kelompok lain di luar ketiga kelompok tersebut. Sebagian besar pencemaran air tanah berkaitan erat dengan cara pembuangan limbah di atas permukaan tanah atau ke dalam tanah. Berdasarkan geometrinya, semua sumber pencemar dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
- Sumber pencemar titik;
- Sumber penemar garis dan
- Sumber pencemar bidang.
Sumber pencemar titik berasal dari sumber pencemar yang merupakan titik lokasi. Sumber pencemar garis merupakan deretan dari sumber pencemar yang berupa titik sehingga membentuk suatu garis, sedang sumber pencemar bidang adalah sumber pencemar yang meliputi daerah yang luas, yang dapat atau tidak dapat ditentukan batasnya.
Masuknya pencemar ke dalam akifer tak tertekan terjadi dengan cara perkolasi dari permukaan tanah, melalui sumur, dari air permukaan dan dari instrusi air asin. Penyebaran pencemar di dalam air tanah dari sumber pencemar yang berasal dari sumber titik berkurang dengan bergeraknya pencemar tersebut menjauhi sumbernya, sampai pada tingkat kadar yang tidak raembahayakan atau pada tingkat kadar yang sangat rendah.
Untuk berbagai macam pencemar, penurunan kadar pencemar di atas mintakat permukaan air tanah umumnya berlangsung paling efektif. Penurunan yang paling baik memerlukan jarak dari muka air tanah yang cukup dalam dan terdapatnya material batuan yang berbutir halus, seperti lempung dan geluh. Tanpa hal-hal tersebut di atas, pencemar akan langsung mencapai mintakat jenuh (saturated zone). Bila dibandingkan dengan penurunan kadar pencemar di atas mintakat muka air tanah, penurunan di bawah mintakat muka air tanah berlangsung lebih lambat.
Faktor kondisi fisik erat kaitannya dengan kemungkinan terjadinya pencemaran air tanah. LeGrand dalam Todd (1983), mengevaluasi potensi pencemaran pada air tanah dengan mendasarkan atas kedalaman sumber pencemar dari permukaan air tanah, penyerapan oleh material pada mintakat di atas muka air tanah, permeabilitas akifer, gradien muka air tanah dan jarak horisontal antara sumur (titik observasi) dengan sumber pencemar. Konsep yang dikemukakan ini diteraplcan dalam hubungan antara tempat pembuangan limbah dan sumur sebagai titik pemantau.
Makin dekat jarak vertikal antara sumber pencemar dengan muka air tanah makin besar kemungkinan air tanah tersebut mengalami pencemaran. Ukuran butir berpengaruh terhadap penyerapan pencemar. Makin halus butir material batuan pada mintakat di atas muka air tanah, makin besar daya serapnya terhadap pencemar. Sebagai lapisan pembawa air, akifer menentukan pula terhadap penyebaran pencemar. Akifer dengan permeabilitas tinggi memungkinkan pencemar untuk menvebar dengan cepat dan jauh.
Gradien muka air tanah berpengaruh terhadap kecepatan aliran air tanah; dengan demikian berpengaruh pula terhadap gerak dan penyebaran pencemar yang terdapat di dalamnya. Makin besar gradien muka air tanah akan makin besar kemungkinan pencemar di dalamnya menyebar lebih cepat dan lebih jauh.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah jarak horisontal antara sumur dengan sumber pencemar. Makin dekat jarak antara sumur dengan sumber pencemar makin besar kemungkinan air tanah dalam sumur mengalami pencemaran. Walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa faktor lain seperti vegetasi yang mati dan membusuk dapat memberikan pencemar ke dalam air tanah. Nitrat dan kalium adalah contoh hasil pembusukan yang dapat mempakan pencemar dalam air tanah.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut di atas, LeGrand membuat nilai skala untuk setiap faktor. Skala yang rendah diberikan bagi keadaan yang memberi kemungkinan terjadinya pencemaran yang terburuk. Nomogram untuk menentukan skala atau skor tersebut di atas.
Dengan menjumlahkan nilai skor yang diperoleh dari setiap faktor, tingkat kemungkinan air tanah terkena pencemaran dapat ditentukan. Kemungkinan terbesar air tanah terkena pencemaran ditunjukkan oleh skala 0-4; sedangkan 4-8 menunjukkan kemungkinan besar terjadi pencemaran; 8-12 memberi indikasi terjadinya pencemaran, ada kemungkinan tetapi, belum tentu, nilai 12-25 menunjukkan keraguan terjadinya pencemaran dan nilai 25-35 diberikan pada kondisi tidak mungkin terjadinya pencemaran terhadap air tanah.
Secara hipotetik, penyebaran sumber pencemar dapat digambarkan sebagai tabung (flume). Bentuk dan ukuran tabung tersebut tergantung dari kondisi geologi setempat, aliran air tanah, jenis dan kadar pencemar, kesinambungan dari limbah yang dibuang dan aktivitas manusia yang dapat merubah atau memodifikasi sistem air tanah.
Kadar pencemar di dalam air tanah cenderung menurun sejalan dengan waktu dan jarak yang dilaluinya. Penurunan kadar pencemar tersebut melibatkan banyak mekanisme di dalamnya, termasuk penyaringan (filtrasi), penyerapan (sorption), proses-proses kimia, dekomposisi oleh mikrobiologi dan pengenceran (dillution). Laju penurunan kadar pencemar tersebut tergantung pula dari jenis pencemar dan kondisi hidrogeologi setempat.
Jenis dan besaran kadar pencemar akan berpengaruh terhadap kualitas ainanah yang terkena pencemar tersebut. Telah dikemukakan bahwa kadar pencemar akan makin bertambah rendah dengan bertambah jauhnya air tanah dari sumber pencemar. Jenis pencemar dan sumber pencemar beraneka. Telah disebutkan bahwa berdasarkan sumber pencemarnya ada empat sumber pencemar utama. yaitu sumber pencemar dari tempat permukiman. dan industri, dari pertanian dan sumber pencemar lain di luar ketiga sumber pencemar tersebut. Dispersi pencemar erat pula kaitannya dengan sifat aliran air tanah yang bersifat laminer.
Telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa kadar pencemar dalam air tanah akan makin bertambah rendah dengan bertambah jauhnya air tanah dari sumber pencemar. Jenis pencemar dan sumbernya sangat beraneka. Sifat batuan terutama permeabilitas dan porositasnya sangat menentukan difusi, adveksi, dan dispersi bahan pencemar dalam air tanah. Menunjukkan faktor-faktor yang berkaitan dengan sifat batuan yang mempengaruhi dispersi pencemar dalam air tanah. Contoh hipotetik penyebaran pencemar dari sumber pencemar, yaitu searah dengan aliran air tanah, baik untuk pencemar yang bersifat kontinu (a) maupun yang hanya bersifat sesaat (b). Makin jauh dari sumber pencemar, kadar pencemar tersebut akan makin bertambah rendah.
Aliran pencemar tidak hanya terjadi pada arah horisontal, tetapi juga ke arah vertikal. Tentu saja aliran zat pencemar akan sejalan dengan aliran air tanah, baik pada arah vertikal maupun pada arah horisontal. Contoh aliran pencemar ke arah vertikal yang sejalan dengan aliran air tanah dirunjukkan pada. pada gambar ini terlihat bahwa posisi sumur sebagai titik observasi sangat menentukan, apakah sumur yang terletak dekat dengan sumber pencemar terkena pencemaran atau tidak. Kadang-kadang justru sumur yang terletak jauh dari sumber pencemar justru terkena pencemaran, sedangkan yang terletak lebih, dekat dengan sumber pencemar bebas dari pencemaran, karena perbedaan posisi sumur terhadap aliran air tanah.
Persebaran pencemar air tanah dapat berlangsung dalam jarak yang sangat jauh dan dalam waktu yang relatif lama. Sifat batuan sangat menentukan penyebaran bahan pencemar dalam air tanah. Merupakan salah satu contoh penyebaran pencemar dalam dua jenis batuan yang berbeda permeabilitasnya.
Pada batuan yang lebih permeabel bentuk dari persebaran pencemar dalam air tanah cenderung lebih memanjang daripada yang terjadi pada batuan yang kurang permeabel. Dalam contoh tersebut diambil gravel yang merupakan batuan permeabel dibandingkan pasir. Pencemar yang berupa klorida dapat menempuh jarak 5 mil selama 16 tahun pada batuan pasir, sedangkan pencemar kromium dapat mencapai jarak 4000 kaki dalam waktu 13 tahun.
2.5. Kerusakan Sumberdaya Air Di Indonesia
Kerusakan sumberdaya air di Indonesia terutama disebabkan oleh kegitan-kegiatan sektor atau peruntukan yang sal ing berbenturan akibat kurang adanya keterpaduan. Beberapa kerusakan yang dapat dilihat dari berbagai segi antara lain (Ibnu Kasiro, 1994):
1. Air Permukaan
Upaya peningkatan kualitas air permukaan diperlukan misalnya dengan pembangunan instalasi pengolahan air limbah indusrri sebelum air limbah masuk ke sungai atau sumber lainnya. Kerusakan sungai yang terbesar berupa degradasi dasar sungai (68,5%), agradasi (9%), gerusan lokal (18%), dan runtuhan tebing intensif (4,5%). Adapun penyebab kerusakan sungai sebagian besar adalah penggalian bahan galian C (40%), sedimen yang tertahan di hulu (19%), bangunan dan aliran lokal (28%), dan perubahan bentuk sungai (13%).
Selanjutnya kerusakan yang tidak kalah pentingnya adalah menurunnya kualitas air permukaan, seperti telah dibicarakan dalam bab terdahulu. Menurunnya kualitas air, bahkan sudah mencapai tingkat pencemaran air sangat berpengaruh terhadap permukaan air sungai tersebut, yang terutama bersumber dari pembuangan lumbah industri dan rumah tangga.
Aliran sungai menunjukkan fluktuasi yang besar, yaitu banjir yang besar pada mus-im penghujan dan debit yang kecil pada musim kemarau, bahkan cenderung kering, sehingga secara umum kesinambungan aliran sungai terganggu.
2. Air Tanah
Sebagai akibat penurapan air tanah yang tidak terkendali, sedangkan di sisi lain cadangan air tanah tetap (bahkan cenderung untuk menurun), maka terjadi penurunan muka air tanah yang terus berlanjut. Hal ini terutama terjadi di kota-kota besar yang sedang dan terus berkembang, seperti Bandung dan Yogyakarta. Di kota-kota besar di daerah pantai, tidak hanya terjadi penurunan muka air tanah, namun terjadi pula penyusupan laut hingga menyebabkan berasa payau atau asin. Peruntukan air tanah menjadi terbatas, karena Jcualitasnya yang jelek. Penyusupan air asin sudah teramati di Medan, Cilegon, Jakarta, Semarang, dan Denpasar. Tidak tertutup kemungkinan bahwa penyusupan air asin masih akan berlanjut ke kota-kota lain di Indonesia.
Penurunan muka air tanah dapat berdampak lanjutan berupa menurunnya muka tanah (amblesan). Di Bangkok dan Jakarta, bahkan di Semarang kasus semacam ini sudah terjadi, sehingga bangunan/gedung bertingkat terancam, dan daerah-daerah tertentu terjadi genangan banjir akibat air laut masuk ke daerah-daerah yang mengalami penurunan muka tanah.
3. Pantai dan Muara
Di Indonesia pantai telah dikembangkan sesuai kebutuhan pembangunan sehingga mempunyai berbagai fungsi: tempat wisata. Tempat usaha, tempat budidaya, pelabuhan, waduk dsb. Sebanyak 75°o dari kota dengan populasi lebih besar dari 100.000 orang terletak di pinggir atau sekitar pantai. Pada waktu ini terasa ada ionjakan permintaan akan kawasan pantai, sayangnya tidak atau belum diimbangi dengan kesadaran masyarakat untuk memahami tentang karakteristik pantai itu sendiri. Tanpa pemahaman yang baik tentang pantai itu, maka keberadaan manusia di kawasan pantai akan menjadi penyebab rusaknya lingkungan di kawasan itu.
Berbagai kerusakan pantai di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh kegiatan manusia dan pembangunan seperti diuraikan ini:
- Interaksi antara berbagai aktivitas pembangunan dan kepentingan yang berbeda.
- Modifikasi proses pantai.
- Pencemaran air laut.
- Kerusakan daerah aliran sungai (DAS).
Telah dijelaskan dari uraian dampak pembangunan yang mengubah penggunaan lahan terhadap terhadap sumberdaya air. Pada dasarnya bahwa pengubahan bentuk penggunaan lahan dapat berdampak negatif terhadap kondisi hidrologi di suatu wilayah, baik secara kuantitatif dan kualitatif. Dampak tersebut terlihat pada air permukaan dan air tanah, bahkan pada air hujan dampak ini pun dapat terjadi. Secara umum dampak ini dapat dikaji dari perubahan proses hidrologi selama air mengalami daur hidrologi, namun sifarnya dapat berupa dampak mikro maupun dampak makro.
Hutan sangat berperan dalam menjaga hidrororologis suatu wilayah dan oleh sebab itu keberadaan hutan di suatu wilayah perlu dipertahankan. Penebangan hutan dapat merubah kondisi hidro-orologis, bahkan dapat mengubah kondisi ikJim suatu wilayah, walaupun hanya bersifat sebagai iklim mikro. Ilegal loging sangat mempunyai dampak yang sangat besar terhadap hidrologi. Mengingat bahwa air merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi kehidupan manusia, maka diupayakan agar pembangunan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada kehidupan masyarakat, namun diupayakan agar memberikan dampak negatif sekecil-kecilnya terhadap lingkungan, termasuk dampaknya terhadap sumberdaya air. Pembukaan hutan dengan cara membakar, memberi dampak terhadap kualitas air.
III. PENUTUP
KESIMPULAN
Sumberdaya air tidak akan dapat dilepaskan dari berbagai macam aktivitas manusia dalam berbagai bentuk dari keburuhan rumah tangga. pertanian. industri dan aktivitas lain. Aktivitas manusia sendin cenderung membenkan dampak negatif terhadap sumberdaya air, baik secara kuantitas maupun kualitas, terhadap air hujan. air permukaan serta airtanah. Dengan diketahui dampak-dampak yang timbul oleh aktivitas manusia terhadap sumberdaya air, maka paling tidak memberikan peringatan kepada kita dampak-dampak tersebut, sehingga dapat dicarikan cara-cara pencegahan dan penanggulangan. Pemahaman akan sifat-sifat sumberdaya air, siklus hidrologi dan proses hidrologi menjadi sangat penting. Selanjutnya pemahaman dampak yang ditimbulkan terhadap sumberdaya air digunakan untuk prediksi dan pengelolaan selanjutnya apabila terdapat aktivitas yang memungkinkan sumberdaya air tersebut menjadi turun derajat kuantitas serta kualitasnya. Tanpa mengetahui proses-proses hidrologi yang berlangsung ketika terjadi perubahan lingkungan akibat pembangunan, maka tidak akan mungkin dapat dilakukan upaya pengelolaan lingkungan dengan baik untuk mengatasi dampak yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA
Cassels, D. 1982, Understanding the Role of Forest in Watershed Protection: A Chapter in the Handbook on Natural System Information for Planner. East West Center, Honolulu.
Chorley, R.J., 1971, Introduction to Physical Hydrology, Methuen & Co. Ltd, London.
Clark, J.W., Viesman, W., and Hammer, J.M., 1977, Water Supply and Pollution Control, Harper and Raw, New York.
Dix, H.M., 1981, Environmental Pollution, John Willey and Sons, New York.
Fetter, C.W. 1998. Applied Hydrogeology, Merrill Publishing Co. Columbus, Ohio.
Fuad Amsyari, 1982, Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, Ghalia, Jakarta.
Hem, J.D, 1970, Study and Interpretation of the Chemical Characteristic of Natural Water, US. Geological Survey Water Supply Paper, No. 1473,Government Printing Office, Washington.
Ibnu Kasiro dan Iwan Wisnu, 1994, Penurunan Kondisi Sumber Air di Indonesia, Simposium Nasional Mitigasi Bencana Alam, Kerjasama Fak Geografi UGM dan Bakornas PB.
Kantor Menteri KLH, 1990, Kualitas Lingkungan di Indonesia 1990, Kantor Menteri KLH, Jakarta.
Mochamad Suryani, Rofic Ahmad dan Rozy Munir, 1987, Lingkungan: Sumberdaya alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Zen, M. T., 1981, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup, Gramedia, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar